
Keceriaan libur Natal tak tampak di kota kelahiran Yesus, Betlehem, tahun ini. Tidak ada pohon Natal atau dekorasi yang menghiasi Gereja Kelahiran (Gereja Nativitas), di Tepi Barat yang diduduki Israel, Selasa (24/12/2024).
Namun, bagi sebagian orang seperti Hisham Makhoul penduduk Yerusalem, merayakan Natal di Betlehem adalah pelarian dari perang Israel-Hamas yang sudah berkecamuk lebih dari 14 bulan.
“Apa yang kami alami sangat sulit dan kami tidak bisa melupakannya sepenuhnya,” kata Makhoul tentang penderitaan warga Palestina di wilayah yang dikepung itu, dikutip dari kantor berita AFP.
“Ini pelarian… selama beberapa hari, seminggu atau lebih, tidak lebih dari ini,” lanjutnya.
Di pusat Kota Betlehem, Pasukan Terra Sancta mengenakan syal merah, berbaris di sepanjang jalan perbelanjaan utama tempat para pedagang menjual nougat dan shawarma.
Suara merdu anak-anak menyanyikan lagu-lagu Natal memecah kesunyian, sangat kontras dengan pesan-pesan muram di spanduk mereka yang bertuliskan, “Kami ingin hidup, bukan mati”, dan “Hentikan genosida Gaza sekarang!”. Untuk tahun kedua berturut-turut, perayaan Natal di Betlehem dibayangi oleh perang.
Pohon Natal besar biasanya berdiri di Manger Square, seberang Gereja Kelahiran yang dibangun di atas gua tempat umat Kristiani percaya Yesus lahir lebih dari 2.000 tahun lalu.
Namun, seperti tahun lalu, Pemerintah Kota Betlehem memilih perayaan sederhana sebagai bentuk penghormatan terhadap penderitaan warga Palestina di Gaza.
Makhoul mengatakan, merayakan Natal di Betlehem—terletak sekitar sepuluh kilometer dari rumahnya di Yerusalem—tetap penting baginya.
“Meskipun tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tetap saja sangat berarti bagi kami saat berada di sini,” kata dia, yang sedang berkunjung bersama pasangannya.
Di samping patung Jerome asal Stridon, pendeta awal Kristen yang menerjemahkan Alkitab dari bahasa Ibrani ke bahasa Latin, Makhoul mengaku senang melihat anak-anak bahagia di sekitar dan keluarga-keluarga Kristiani yang merayakan Natal.
Bagi umat Kristiani yang jumlahnya sekitar 185.000 di Israel dan 47.000 di Palestina, doa dapat menjadi hiburan dan harapan untuk masa depan lebih baik.
“Kami akan berdoa dan meminta Tuhan mengakhiri penderitaan, untuk memberikan bagian dunia ini kedamaian yang kita harapkan, kedamaian yang Yesus bawa ke dunia,” kata Wali Kota Betlehem Anton Salman.
Seiring meningkatnya harapan gencatan senjata di Gaza dalam beberapa hari terakhir, penduduk Betlehem kini menunggu ketenangan yang dapat membuat wisatawan kembali pada 2025.
